Senin, 13 Januari 2014

Opini tentang Kasus Gratifikasi Penetapan Kuota Impor Sapi dan Pencucian Uang



Terdakwa kasus gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang, Ahmad Fathanah, dijatuhi hukuman penjara 14 tahun serta denda Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (04/11).
Wartawan BBC Indonesia, Arti Ekawati, yang berada di gedung Pengadilan Tipikor melaporkan bahwa lima anggota Majelis Hakim sepakat bahwa Fathanah bersalah dalam kasus gratifikasi namun dalam tuduhan pencucian uang ada opini berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim dalam perkara pencucian uang.
Menurut kedua hakim tersebut, kasus pencucian uang seharusnya diperiksa oleh kejaksaan dan kemudian dilimpahkan ke pengadilan tinggi, bukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lalu ke pengadilan Tipikor. Sedangkan dalam kasus Fathanah, KPK sudah menangani kasus ini dari awal. "Menjatuhkan hukuman 14 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar diganti pidana 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango. Majelis hakim mengatakan terdakwa terbukti melakukan korupsi dan bersama-sama melakukan tindak pencucian uang, Sidang yang menurut jadwal seharusnya dimulai pada pukul 14:00 WIB diundur hingga pukul 16:40 WIB, dengan alasan menunggu kelengkapan seluruh anggota majelis, Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut terdakwa dijatuhi vonis 7,5 tahun dan denda Rp500 juta untuk dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi, Sedangkan untuk dugaan tindak pidana pencucian uang, ia dituntut 10 tahun penjara serta Rp1 miliar. Ahmad Fathanah atau juga dikenal sebagai Olong Ahmad ditangkap KPK pada 29 Januari 2013. Pria yang kemudian diketahui dekat dengan tokoh-tokoh Partai keadilan Sejahtera ini dituduh menerima gratifikasi sebesar 1,3 miliar rupiah dari bos PT Indoguna.
Uang itu disebut akan diberikan kepada Presiden PKS saat itu, Lutfi Hasan Ishak, untuk memuluskan pengurusan penetapan kuota impor daging sapi dari kementerian pertanian.


Opini dari kasus pelanggaran :
Pada kasus gratifikasi penetapan kuota impor sapi dan pencucian uang adalah Ahmad Fathanah. Fathanah digunakan oleh pihak ketiga jadi ketika kasus terungkap ia bisa diputus hanya ke pihak broker, direktur riset dari Charta Politica, Yunarto Wijaya, mengatakan kasus Fathanah adalah contoh metode suap yang menggunakan pihak ketiga untuk mengaburkan kaitan dengan entitas politik tertentu. Fathanah selalu menegaskan ia bukanlah simpatisan atau kader PKS.
"Fathanah digunakan oleh pihak ketiga, jadi ketika kasus terungkap dia bisa diputus hanya sampai ke pihak broker," kata Yunarto.
Namun, KPK menurutnya memiliki perangkat untuk mendeteksi pola-pola ini.
"Fathanah tak bisa berbohong karena rekaman-rekaman percakapan di telepon didapat KPK, termasuk hubungan dekatnya dengan Luthfi Hasan Ishak yang banyak bicara soal bisnis," tambah Yunarto.
Penangkapan Fathanah oleh KPK pada Januari 2013 mendapat perhatian besar dari publik. Apalagi penangkapan itu disusul dengan pengumuman KPK yang menetapkan status tersangka terhadap Luthfi Hasan Ishak yang berujung pengunduran diri sang ketua partai. "PKS kuat memposisikan diri sebagai partai agama dengan tagline bersih dan peduli. Ini ledakan besar bagi brand image PKS, sebagai partai agama dan dalam konteks partai di hadapan critical voters karena tagline bersih dan peduli ternyata hanya slogan kosong bahkan bohong," kata dia.