PASAR MODAL
Pengertian Pasar Modal : Pasar Modal merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek.
Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan
jangka panjang seperti Obligasi, Saham dan lainnya.
SEJARAH
Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Vereneging voor den
Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsung sejak 1880
namun dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan tentang transaksi
tersebut tidak lengkap. Pada tahun 1878 terbentuk perusahaan untuk perdagangan
komuitas dan sekuritas, yakti Dunlop & Koff, cikal bakal PT. Perdanas.
Tahun 1892, perusahaan perkebunan Cultuur Maatschappij Goalpara di Batavia
mengeluarkan prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden per saham.
Empat tahun berikutnya (1896), harian Het Centrum dari Djoejacarta juga
mengeluarkan prospektus penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan harga
perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keterangan apakah saham
tersebut diperjualbelikan. Menurut perkiraan, yang diperjualbelikan adalah
saham yang listing di bursa Amsterdam tetapi investornya berada di Batavia,
Surabaya dan Semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan
sejarah pasra modal Indonesia.
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun
perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana
adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung
tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya
sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar
modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya Amsterdamse Effectenbueurs mendirikan cabang yang terletak di
Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912, yang menjadi penyelenggara
adalah Vereniging voor de
Effectenhandel dan langsung
memulai perdagangan. Di tingkat Asia, bursa Batavia ini merupakan yang keempat
tertua terbentuk setelah Bombay (1830), Hong
Kong (1847), dan Tokyo (1878). Pada saat awal terdapat 13
anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa.
Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa.
A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert &
V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys
& Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Pada awalnya bursa ini memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan
Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah
(propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang
diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan
Belanda lainnya.
Meskipun pada tahun 1914 bursa di Batavia sempat ditutup karena adanya
Perang Dunia I, namun dibuka kembali pada tahun 1918. Perkembangan pasar modal
di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya.
Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya
dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan bursa. Anggota bursa di Surabaya
waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa.
V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N. Koster. Sedangkan anggota bursa
di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa. Gijselman &
Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa. P.H. Soeters &
Co. Hal ini dikarenakan keadaan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang
terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di
indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp.
7 triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Periode menggembirakan ini tidak berlangsung lama karena dihadapkan pada
resesi ekonomi tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Keadaan yang
semakin memburuk membuat Bursa Efek Surabaya dan Semarang ditutup terlebih
dahulu. Kemudian pada 10 Mei 1940 disusul oleh Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya
baru pada tanggal 3 Juni 1952, Bursa Efek Jakarta dibuka kembali. Operasional
bursa pada waktu itu dilakukan oleh PPUE (Perserikatan Perdagangan Uang dan
Efek) yang beranggotakan bank negara, bank swasta dan para pialang efek. Pada
tanggal 26 September 1952 dikeluarkan Undang-undang No 15 Tahun 1952 sebagai
Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa.
Namun kondisi pasar modal nasional memburuk kembali karena adanya
nasionalisasi perusahaan asing, sengketa Irian Barat dengan Belanda, dan
tingginya inflasi pada akhir pemerintahan Orde Lama yang mencapai 650 %.
Hal ini menyebabklan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pasar modal merosot
tajam, dan dengan sendirinya Bursa Efek Jakarta tutup kembali.
Baru pada Orde Baru kebijakan ekonomi tidak lagi melancarkan konfrontasi
terhadap modal asing. Pemerintah lebih terbuka terhadap modal luar negeri guna
pembangunan eknomi yang berkelanjutan. Beberapa hal yang dilakukan adalah
pertama, mengeluarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang pendirian
Pasar Modal, membentuk Badan Pembina Pasar Modal, serta membentuk Badan
Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Yang kedua ialah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No.25 Tahun 1976 tentang penetapan PT Danareksa sebagai BUMN pertama
yang melakukan go public dengan penyertaan modal negara Republik Indonesia
sebanyak Rp. 50 miliar. Yang ketiga adalah memberikan keringan perpajakan
kepada perusahaan yang go public dan kepada pembeli saham atau bukti penyertaan
modal.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan
meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan
yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Tersendatnya perkembangan pasar modal
selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai
prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi
harga saham dan lain sebagainya. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan
pertama yang dicatat dalam saham BEJ.
Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi pada periode awal 1987,
gairah di pasar modal kembali meningkat. Deregulasi yang pada intinya adalah
melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa
serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor. Kebijakan ini dikenal
dengan tiga paket yakni Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan
Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.
Paket Kebijaksanaan Desember 1987 atau yang lebih dikenal dengan Pakdes
1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi,
dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya
pendaftaran emisi efek. Kebijakan ini juga menghapus batasan fluktuasi harga
saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi
emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
Kemudian Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 atau disingkat Pakto 88
ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan
pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit),
dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif
terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini
berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan
sektor pasar modal.
Yang ketiga adalah Paket Kebijaksanaan Desember 1988 atau Pakdes 88 yang
pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan
membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.Hal ini memudahkan
investor yang berada di luar Jakarta.
Di samping ketiga paket kebijakan ini terdapat pula peraturan mengenai
dibukanya izin bagi investor asing untuk membeli saham di bursa Indonesia yang
dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1055/KMK.013/1989. Investor
asing diberikan kesempatan untuk memiliki saham sampai batas maksimum 49% di
pasar perdana, maupun 49 % saham yang tercatat di bursa efek dan bursa
paralel. Setelah itu disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan
No. 1548/KMK.013/1990 yang diubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
1199/KMK.010/1991. Dalam keputusan ini dijelaskna bahwa tugas Bapepam yang
semula juga bertindak sebagai penyelenggara bursa, maka hanya menjadi badan
regulator. Selain itu pemerintah juga membentuk lembaga baru seperti Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI),
reksadana, serta manajer Investasi.
Keadaan setelah kebijakan deregulasi itu dikeluarkan benar-benar berbeda.
Pasar modal menjadi sesuatu yang menggemparkan, karena investasi di bursa efek
berkembang sangat pesat. Banyak perusahaan antri untuk dapat masuk bursa. Para
investor domestik juga ramai-ramai ikut bermain di bursa saham. Selama tahun
1989 tercatat 37 perusahaan go public dan sahamnya tercatat (listed) di Bursa
Efek Jakarta. Sedemikian banyaknya perusahaan yang mencari dana melalui pasar
modal, sehingga masyarakat luas pun berbondong-bondong untuk menjadi investor.
Perkembangan ini berlanjut dengan swastanisasi bursa, yakni berdirinya PT.
Bursa Efek Surabaya, serta pada tanggal 13 Juli 1992 berdiri PT. Bursa Efek
Jakarta yang menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa.
Akibat dari perubahan yang menggembirakan ini adalah semakin tumbuhnya
rasa kepercayaan investor terhadap keberadaan pasar modal Indonesia. Hal ini
ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan berupa
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari
1996. Undang-undang ini dilengkapi dengan peraturan organiknya, yakni Peraturan
Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar
Modal, serta Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
Tahun 1995, mulai diberlakukan sistem JATS (Jakarta Automatic Trading
System). Suatu system perdagangan di lantai bursa yang secara otomatis me-match
kan antara harga jual dan beli saham. Sebelum diberlakukannya JATS, transaksi
dilakukan secara manual. Misalnya dengan menggunakan “papan tulis” sebagai
papan untuk memasukkan harga jual dan beli saham. Perdagangan saham berubah
menjadi scripless trading, yaitu perdagangan saham tanpa warkat (bukti fisik
kepemilikkan saham)Lalu dengan seiring kemajuan teknologi, bursa kini
menggunakan sistem Remote Trading, yaitu sistem perdagangan jarak jauh.
Pada tanggal 22 Juli 1995,
BES merger dengan Indonesian Parallel Stock Exchange (IPSX), sehingga sejak itu
Indonesia hanya memiliki dua bursa efek: BES dan BEJ.
Pada tanggal 19
September 1996,
BES mengeluarkan sistem Surabaya
Market information and Automated Remote Trading (S-MART) yang menjadi Sebuah sistem
perdagangan yang komprehensif, terintegrasi dan luas remote yang menyediakan
informasi real time dari transaksi yang dilakukan melalui BES.
Pada tahun 1997, krisis ekonomi melanda negara-negara Asia,
khususnya Thailand, Filipina, Hong
Kong,Malaysia, Singapura, Jepang, Korea
Selatan, dan Cina,
termasuk Indonesia.
Akibatnya, terjadi penurunan nilai mata uang asing terhadap nilai dolar.
Bursa Efek Jakarta melakukan merger dengan Bursa Efek Surabaya pada akhir
2007 dan pada awal 2008 berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia.
Dari regulasi yang dikeluarkan periode ini mempunyai ciri khas yakni,
diberikannya kewenangan yang cukup besar dan luas kepada Bapepam selaku badan
pengawas. Amanat yang diberikan dalam UU Pasar Modal secara tegas menyebutkan
bahwa Bapepam dapat melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan jika
terjadi kejahatan di pasar modal.
PERAN DAN MANFAAT PASAR MODAL
1. Pasar Modal merupakan wahana pengalokasian dana
secara efisien.
2. Pasar Modal sebagai alternatif investasi.
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan
yang sehat dan berprospek baik.
4. Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional
dan transparan.
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar